Monday, April 20, 2015

Pencemaran Nama Baik (Defamation)


Sampai saat ini belum ada definisi  hukum di Indonesia yang tepat dan jelas tentang apa yang disebut pencemaran nama baik. Menurut frase (bahasa Inggris), pencemaran nama baik diartikan sebagai  defamation, slander, libel yang dalam bahasa Indonesia (Indonesian translation) diterjemahkan menjadi  pencemaran nama baik, fitnah (lisan), fitnah (tertulis) adalah  oral defamation (fitnah secara  lisan) sedangkan  libel adalah written defamation (fitnah secara tertulis). Dalam bahasa Indonesia sendiri hingga kini belum ada istilah untuk membedakan antara slander dan libel.

Pencemaran Nama Baik Menurut Peraturan Perundang-undangan di Indonesia

Meskipun masih dalam suatu proses perdebatan, ketentuan-ketentuan tentang penghinaan  yang terdapat dalam Bab XVI, Buku II KUHP dianggap masih sangat relevan.  Penghinaan atau  defamation  secara harfiah diartikan sebagai sebuah tindakan yang merugikan nama baik dan kehormatan seseorang.

Perkembangan awal pengaturan tentang hal ini telah dikenal sejak era 500 SM pada rumusan “twelve tables” di era Romawi kuno. Akan tetapi, pada saat itu ketentuan ini seringkali digunakan sebagai alat pengukuhan kekuasaan otoritarian dengan hukuman-hukuman yang sangat kejam. Hingga, pada era Kekaisaran Agustinus (63 SM) peradilan kasus  defamation (lebih sering disebut  libelli famosi) terus meningkat secara  signifikan. Dan, penggunaan aturan ini kemudian secara turun-temurun diwariskan pada beberapa  sistem hukum di negara-negara lain, termasuk Inggris dalam lingkungan  Common Law, serta Prancis sebagai salah satu negara penting pada sistem hukum Eropa Kontinental (Civil Law).

Di Indonesia, pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dominan merupakan duplikasi Wetboek van Strafrecht voor Netherland Indie yang pada dasarnya sama dengan KUHP Belanda (W.v.S). KUHP Belanda yang diberlakukan sejak 1 September 1886 itu pun merupakan kitab undang-undang yang cenderung meniru pandangan Code Penal-Prancis yang sangat banyak dipengaruhi sistem  hukum Romawi. Secara sederhana, dapat dikatakan terdapat sebuah jembatan sejarah antara ketentuan tentang penghinaan yang diatur dalam KUHP Indonesia dengan perkembangan historis awal tentang libelli famosi di masa Romawi Kuno.

Dalam KUHP pencemaran nama baik diistilahkan sebagai penghinaan/penistaan terhadap seseorang yang terdapat dalam Bab XVI, Buku I KUHP khususnya pada Pasal 310, Pasal 311, Pasal 315, Pasal 317 dan Pasal 318 KUHP. Pasal Pidana terhadap perbuatan penghinaan terhadap seseorang, secara umum diatur dalam Pasal 310, Pasal 311 ayat (1), Pasal 315, Pasal 317 ayat (1) dan Pasal 318 ayat (1) KUHP yang menyebutkan :

Pasal 310

(1) Barangsiapa sengaja merusak kehormatan atau nama baik seseorang dengan jalan menuduh dia melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud yang nyata akan tersiarnya tuduhan itu, dihukum karena menista, dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500,-.

(2) Kalau hal ini dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukan pada umum atau ditempelkan, maka yang berbuat itu dihukum karena menista dengan  tulisan dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500,-.

(3) Tidak termasuk menista  atau menista dengan tulisan, jika ternyata bahwa sipembuat melakukan hal itu untuk kepentingan umum atau lantaran terpaksa perlu untuk mempertahankan dirinya sendiri.

Pasal 311 ayat (1)

Barangsiapa melakukan kejahatan menista atau menista dengan tulisan, dalam hal ia diizinkan untuk membuktikan dan jika tuduhan itu dilakukannya sedang diketahuinya tidak benar, dihukum karena salah memfitnah dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.

Pasal 315

Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja  yang tidak bersifat menista atau menista dengan tulisan, yang dilakukan kepada seseorang baik ditempat umum dengan lisan, atau dengan tulisan, maupun dihadapan orang itu sendiri dengan lisan atau dengan perbuatan, begitupun dengan tulisan yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, dihukum karena penghinaan ringan, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat bulan dua minggu atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500,-.

Pasal 317 ayat (1)

Barangsiapa dengan sengaja memasukkan atau menyuruh menuliskan surat pengaduan atas pemberitahuan yang palsu kepada pembesar negeri tentang seseorang sehingga kehormatan atau nama baik orang itu jadi tersinggung, maka dihukum karena mengadu dengan memfitnah, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.

Pasal 318 ayat (1)

Barangsiapa dengan sengaja dengan melakukan sesuatu perbuatan, menyebabkan orang lain dengan palsu tersangka melakukan sesuatu perbuatan yang dapat dihukum, maka dihukum karena tuduhan memfitnah, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.

R. Soesilo menerangkan apa yang dimaksud dengan “menghina”, yaitu “menyerang kehormatan dan nama baik seseorang” dimana yang diserang biasanya merasa “malu”. “Kehormatan” yang diserang disini hanya mengenai kehormatan tentang “nama baik”, bukan “kehormatan” dalam lapangan seksuil.

Menurut R. Soesilo, penghinaan dalam KUHP ada 6 macam yaitu :

1.  menista secara lisan (smaad);

2.  menista dengan surat/tertulis (smaadschrift);

3.  memfitnah (laster);

4.  penghinaan ringan (eenvoudige belediging);

5.  mengadu secara memfitnah (lasterlijke aanklacht);

6.  tuduhan secara memfitnah (lasterlijke verdachtmaking)

Semua penghinaan di atas hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan dari orang yang menderita/dinista/dihina (dalam hukum pidana dikenal dengan istilah delik aduan), kecuali bila penghinaan itu dilakukan terhadap seorang pegawai negeri pada waktu sedang menjalankan pekerjaannya secara sah dimana untuk hal ini pada dasarnya tidak diperlukan atau dibutuhak aduan dari korbannya.

Obyek dari penghinaan tersebut harus  manusia perseorangan, maksudnya bukan instansi pemerintah, pengurus suatu perkumpulan, segolongan penduduk dan lain-lain.  Bila obyeknya bukan perseorangan, maka dikenakan pasal-pasal khusus seperti : Pasal 134 dan Pasal 137 KUHP (penghinaan pada Presiden atau Wakil Presiden) yang telah dihapuskan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi, serta Pasal 207 dan Pasal 208 KUHP (penghinaan terhadap kekuasaan yang ada di Indonesia).

Berdasarkan Pasal 310 ayat (1) KUHP, penghinaan yang dapat dipidana harus dilakukan dengan  cara “menuduh seseorang telah melakukan perbuatan yang tertentu”, dengan maksud tuduhan itu akan tersiar (diketahui orang banyak). Perbuatan yang dituduhkan tidak perlu suatu perbuatan yang boleh dihukum seperti mencuri, menggelapkan, berzinah, dan sebagainya. Perbuatan tersebut cukup perbuatan  biasa, yang sudah tentu merupakan perbuatan yang memalukan, misalnya menuduh bahwa seseorang telah berselingkuh. Dalam hal ini bukan perbuatan yang boleh dihukum, akan tetapi cukup memalukan bagi yang berkepentingan bila diumumkan. Tuduhan tersebut harus dilakukan dengan lisan, apabila dilakukan dengan tulisan (surat) atau gambar, maka penghinaan itu dinamakan “menista/menghina dengan surat (secara tertulis)”, dan dapat dikenakan Pasal 310 ayat (2) KUHP.

Penghinaan menurut Pasal 310 ayat (1) dan (2) diatas dapat dikecualikan (tidak dapat dihukum) apabila tuduhan atau penghinaan itu dilakukan untuk membela “kepentingan umum” atau terpaksa untuk “membela diri”. Patut atau tidaknya pembelaan kepentingan umum dan pembelaan diri yang diajukan oleh tersangka terletak pada pertimbangan hakim.

Untuk kejahatan memfitnah menurut Pasal 311 KUHP, tidak perlu dilakukan dimuka umum, sudah cukup bila dapat dibuktikan bahwa ada maksud untuk menyiarkan tuduhan tersebut. Jika penghinaan itu berupa suatu pengaduan yang berisi fitnah yang ditujukan kepada Pembesar/pejabat yang berwajib, maka dapat dikenakan pidana Pasal 317 KUHP.

Menurut Prof. Muladi, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Diponegoro bahwa yang bisa melaporkan pencemaran nama baik seperti yang tercantum dalam Pasal 310 dan 311 KUHP adalah pihak yang diserang kehormatannya, direndahkan martabatnya, sehingga namanya menjadi tercela di depan umum. Namun, tetap ada pembelaan bagi pihak yang dituduh melakukan pencemaran  nama baik apabila menyampaikan suatu informasi ke publik. Pertama, penyampaian informasi itu ditujukan Kedua, untuk membela diri. Ketiga, untuk mengungkapkan kebenaran. Sehingga orang yang menyampaikan informasi, secaralisan ataupun tertulis diberi kesempatan untuk membuktikan bahwa tujuannya itu benar. Kalau tidak bisa membuktikan kebenarannya, itu namanya penistaan atau fitnah.

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, Pasal-pasal dalam Bab XVI Buku I KUHP tersebut hanya mengatur penghinaan atau pencemaran nama baik terhadap seseorang (perseorangan/individu),  sedangkan penghinaan atau pencemaran nama baik terhadap instansi pemerintah, pengurus suatu perkumpulan, atau  segolongan penduduk, maka diatur dalam pasal-pasal khusus, yaitu :

1.      Penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden (Pasal 134 dan Pasal 137 KUHP), pasal-pasal ini telah dibatalkan atau dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Mahkamah Konstitusi;
2.      Penghinaan terhadap kepala negara asing (Pasal 142 dan Pasal 143 KUHP);
3.      Penghinaan terhadap segolongan penduduk/kelompok/organisasi (Pasal 156 dan Pasal 157 KUHP);
4.      Penghinaan terhadap pegawai agama (Pasal 177 KUHP);
5.      Penghinaan terhadap kekuasaan yang ada di Indonesia (Pasal 207 dan Pasal 208 KUHP).

Selain sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), berkaitan dengan “pencemaran nama baik” juga diatur dalam UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Dalam UU No. 32 Tahun 2002, Pasal 36 ayat (5) menyebutkan bahwa :

“Isi siaran dilarang :

a.      bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong;
b.      menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang; atau
c.       mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan.”

Sedangkan dalam UU No. 11 Tahun 2008, Pasal 27 ayat (3) yang menyebutkan :
 “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.”
Share this article

0 comments:

Post a Comment

 
Copyright © 2014 BULETIN BORNEO • All Rights Reserved.
Distributed By Free Blogger Templates | Template Design by BTDesigner • Powered by Blogger
back to top