Wednesday, April 15, 2015
Fraud
Secara harafiah fraud didefInisikan sebagai kecurangan, namun pengertian ini telah dikembangkan lebih lanjut sehingga mempunyai cakupan yang luas. Black’s Law Dictionary Fraud menguraikan pengertian fraud mencakup segala macam yang dapat dipikirkan manusia, dan yang diupayakan oleh seseorang, untuk mendapatkan keuntungan dari orang lain dengan saran yang salah atau pemaksaan kebenaran, dan mencakup semua cara yang tidak terduga, penuh siasat. Licik, tersembunyi, dan setiap cara yang tidak jujur yang menyebabkan orang lain tertipu. Secara singkat dapat dikatakan bahwa fraud adalah perbuatan curang (cheating) yang berkaitan dengan sejumlah uang atau properti.
Berdasarkan defenisi dari The Institute of Internal Auditor (“IIA”), yang dimaksud dengan fraud adalah “An array of irregularities and illegal acts characterized by intentional deception”: sekumpulan tindakan yang tidak diizinkan dan melanggar hukum yang ditandai dengan adanya unsur kecurangan yang disengaja.
Kemajuan teknologi, khususnya internet yang terjadi dalam dekade terakhir membuat banyak kemudahan tersedia untuk pengguna internet. Salah satunya adalah kemudahan dalam berbelanja atau bertransaksi secara Online. Bagi anda yang gemar belanja atau mencari barang-barang yang dibutuhkan cukup “berselancar” di dunia maya dan bisa menemukan barang-barang yang dikehendaki. Di lain sisi, Penjual cukup menawarkan barang dengan postingan (biasanya di forum-forum jual-beli atau media sosial seperti facebook) dan mencantumkan contak person untuk dihubungi jika ada yang berminat untuk membeli.
Cara belanja/berjualan secara online sangat membantu bagi penjual atau pembeli yang terpisah jarak dan juga dapat menghapus kendala menghabiskan waktu dalam berbelanja. Cukup dengan menghubungi penjual, sepakat dengan harga, pembeli membayar (biasanya transfer) lalu penjual mengirimkan barang, pembeli bisa mendapatkan barang yang diinginkan.
Namun ringkasnya dan “terlalu” mudahnya cara berbelanja online ternyata memberi celah bagi oknum-oknum tertentu untuk melakukan penipuan. Tidak sedikit calon pembeli maupun penjual tertipu dan mengalami kerugian finansial yang tidak sedikit. Banyak cara atau motif oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan penipuan. Cara apa saja yang dilakukan oknum penipu? Untuk menambah pengetahuan InaFriends, berikut beberapa pembahasan dasar mengenai penipuan di dunia maya.
1. Penipuan Transfer Langsung
Cara ini merupakan cara paling konvensional yang biasa terjadi di dunia maya. Biasanya yang paling dirugikan oleh penipuan konvensional seperti ini adalah calon pembeli. Penipu biasanya bertindak sebagai penjual yang menawarkan barang menarik (biasanya barang elektronik seperti laptop atau gadget) dengan iming-iming harga sangat murah. Penipu, yang berkedok sebagai penjual, biasanya mengatakan bahwa alamat penjual berada di jarak yang sangat jauh atau antar pulau sehingga tidak bisa bertemu langsung atau biasanya dikenal dengan COD (Cash on delivery). Penipu akan meminta calon pembeli untuk mentransfer sejumlah uang terlebih dahulu baru kemudian barang dikirimkan. Ketika calon pembeli mengirimkan sejumlah uang, penipu kemudian menghilang bersama sejumlah uang yang dikirim (biasanya nomor yang dihubungi adalah nomor Handphone dan SIM card langsung tidak aktif).
Ada juga kejadian penjual yang tertipu dengan calon pembeli yang mengiming-imingi membeli barang dengan jumlah yang banyak dengan syarat membayar uang muka terlebih dahulu baru kemudian pelunasan ketika barang sudah diterima. Namun kejadian ini sangat jarang terjadi. Tetapi sebagai penjual, tentu tidak sedikit kerugian yang dialami ketika tertipu oleh kejadian ini.
Bagaimana cara menghindari penipuan seperti ini? Cara paling mudah dan efektif untuk mengatasi penipuan transfer langsung adalah dengan menggunakan jasa pihak ketiga (Rekber). Sebagai pembeli, untuk menjamin “keselamatan” transaksi, anda akan mengirimkan sejumlah pembayaran ke rekber dan bisa dikonfirmasikan untuk dikirimkan ke penjual ketika barang sudah diterima. Sebagai catatan, penjual dan pembeli harus sama-sama setuju dalam menggunakan jasa Rekber. Namun keamanan menggunakan rekber juga memiliki resiko, seperti dibahas di point kedua.
2. Penipuan Rekber Fiktif
Cara ini biasanya dilakukan karena banyak orang menggunakan jasa rekber (orang ketiga sebagai perantara pembayaran) namun calon korban tidak mengetahui bahwa perantara tersebut adalah perantara fiktif atau sudah sekongkol dengan penipu. Penipuan dengan cara ini biasanya menimpa anda yang bertindak sebagai penjual yang menjual barang. Penipu, yang bertindak sebagai pembeli, biasanya seolah-olah takut tertipu sehingga menawarkan sistem pembayaran dengan pihak ketiga (rekber) sebagai syarat bertransaksi. Tanpa korban ketahui, rekber yang ditawarkan adalah rekber fiktif alias rekayasa dengan penipu. Penipu akan mengatakan bahwa sejumlah pembayaran sudah ditransfer ke rekber fiktif. Rekber fiktif biasanya hanya akan mengkonfirmasi ke penjual melalui telepon atau SMS menggunakan nomor HP sehingga penjual segera mengirimkan barang. Ketika barang sudah dikirimkan, kembali lagi, penipu akan menghilang bersama barang yang sudah dikirimkan (sama seperti penipuan nomor 1, biasanya nomor yang dihubungi adalah nomor Handphone dan SIM card langsung tidak aktif). Tidak jarang juga terjadi penipuan “segitiga” dimana penipu bertindak sebagai penjual. Ketika pembeli percaya menggunakan jasa rekber fiktif dan menyetor sejumlah pembayaran, saat itu pula sejumlah uang raib tertipu.
Bagaimana cara menghindari penipuan Rekber Fiktif? Hal utama yang harus anda kenali dalam transaksi dengan menggunakan jasa pihak ketiga adalah KENALI PIHAK KETIGA TERSEBUT. Tidak jarang orang “mengatasnamakan” Rekber dalam bertransaksi karena TERLALU MUDAHNYA transaksi menggunakan jasa rekber tersebut. Ingat, terlalu mudah tidak berarti transaksi anda akan AMAN.
3. Penipuan Transaksi Segitiga menggunakan Rekber.
Ini adalah modus terbaru yang dilakukan oleh penipu dalam beroperasi. Tidak tanggung-tanggung, dengan cara ini dalam satu kali beraksi penipu langsung bisa menipu penjual dan pembeli.
Bagaimana cara penipu beraksi?
Pertama, penipu (P) bertindak seolah-olah menjadi penjual dan deal dengan calon korban yang bertindak sebagai pembeli (korban A) dengan nilai transaksi sebesar 500 ribu. Di saat yang bersamaan, P bertindak seolah-olah sebagai pembeli dan deal membeli barang seharga 50 ribu dari seorang penjual (korban B). P meminta korban A untuk mentransfer melalui rekber dengan tujuan pembayaran ke alamat rekening Korban B. Setelah itu P mengkonfirmasi kepada Korban B bahwa dia sudah melakukan pembayaran (beserta dengan konfirmasi dari rekber yang menerima dana) dan meminta barang segera dikirim ke alamat yang diminta oleh P (biasanya alamat khusus yang sudah ditunggui oleh P namun bukan alamat P). Setelah itu, P memberitahu kepada korban B bahwa P sudah kelebihan dalam mentransfer dan meminta Korban B untuk melakukan transfer kembali kelebihan dana, namun kali ini tujuannya ke rekening rekber. Setelah mengecek rekening dan benar ada kelebihan dana, tentunya korban B langsung mentransfer kelebihan dana ke rekening rekber yang diminta oleh P. Kelebihan dana tersebut kemudian digunakan kembali untuk membeli barang dari penjual lain. Taaraaa, 2 korban sekaligus tertipu bukan? Hanya pembeli yang tertipu?
Begini, memang kerugian terbesar dari kasus 3 dialami oleh korban A. Namun apa yang dialami korban B sebagi penjual tentu bisa merusak reputasinya dan ke depannya bisa jadi akan sangat mempengaruhi penjualan dari korban B. Dan satu lagi, korban B secara langsung telah tertipu dengan memberikan dana berlebih (yang asalnya dari korban A) kepada Penipu.
Bagaimana cara menghindari penipuan transaksi segitiga seperti kasus 3? Dalam hal ini yang sangat harus diperhatikan adalah kebijakan dari rekber yang digunakan. Sebagai catatan khusus, rekber yang baik adalah rekber yang mewajibkan anggotanya untuk mencantumkan rekening yang dimiliki calon anggota dan wajib didaftarkan untuk diverifikasi ketika mendaftar. Rekber kemudian akan memproses setiap transaksi dari anggota-anggota terdaftar dengan tujuan atau yang berasal dari rekening-rekening yang sudah terdaftar. Jika ada transaksi yang meminta tujuan “dialihkan” ke rekening tertentu, tentu ada sebuah kejanggalan dan pihak rekber tentu memiliki kebijakan sendiri dan berhak membatalkan transaksi tersebut untuk melindungi dana pembeli dan reputasi penjual. Bukan begitu?
Bagaimana kita bisa menilai rekber yang benar-benar menjamin keamanan bertransaksi? Rekber yang terjamin keamanannya biasanya memiliki beberapa ciri tertentu. Pertama, sebagai pihak ketiga dalam hal pembayaran online, Rekber tentunya memiliki website resmi sendiri. Website resmi dalam hal pembayaran sendiri tentunya harus memiliki sistem keamanan sendiri. Oleh karena itu, website pembayaran yang aman biasanya menggunakan secure website (terlihat di bar alamat website dan biasanya dengan menggunakan https://).
Kedua, sebagai badan usaha, rekber yang aman adalah rekber yang memiliki badan hukum usaha atau dengan kata lain sudah berdiri sebagai perseroan (PT) diatas dari jasa rekber tersebut.
Ketiga, berhubungan dengan pernyataan kedua di atas, sebagai sebuah badan hukum atau perseroan, sebuah rekber memiliki rekening atas nama perusahaan. Walau menggunakan jasa berbagai bank dalam layanannya, semua rekening dari masing-masing bank pasti adalah rekening atas nama perusahaan (bukan rekening perorangan).
Selain tiga kasus diatas, masih ada kasus lain yang sudah terjadi atau bahkan akan terjadi. Nantikan pembahasan-pembahasan selanjutnya mengenai penipuan yang terjadi di dunia transaksi online.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment